KUALITAS GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Mengapa Perlu Kurikulum Berbasis Kompetensi?Ide Lahirnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) didasarkan pada pemikiran bahwa bakat dan kemampuan peserta didik pada tiap jenjang dalam satuan pendidikan berbeda-beda sehingga diperlukan suatu kurikulum yang memungkinkan setiap anak didik memiliki kompetensi dasar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Kurikulum lama dianggap telah tidak memadai lagi untuk mencapai tujuan pendidikan modern. Pada dasarnya kurikulum ini hanya dilihat sebagai acuan dasar yang harus diterjemahkan lebih jauh oleh guru dengan melihat potensi masing-masing anak. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai subyek. Siswa harus aktif mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah yang harus diambilnya. Dengan demikian KBK menuntut agar guru tidak lagi bertumpu pada paradigma lamanya dimana dirinya sebagai pusat kegiatan dan tujuan perubahan. Tidak ada lagi kegiatan ''talk and chalk'' dan siswa hanya ''sit, listen, and quote''. Ada perubahan mendasar pada konsep, metode dan strategi dalam mengajar termasuk assesment (penilaian)-nya. KBK juga menuntut guru untuk familiar dengan teknologi informasi, dapat mengakses internet, akrab dengan ilmu pengetahuhan, teknologi, dan seni, serta memahami hubungan antara bidang studinya dengan bidang studi lannya terutama pada penerapannya dalam kehidupan nyata. Tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut tampaknya belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kenapa hal tersebut tidak terpenuhi. Dari sekian banyak penyebabnya, berikut dipaparkan secara ringkas alasan-alasan mendasar kenapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Mutu Guru Kendala Terbesar Kurikulum 2004Berdasarkan fakta, mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam kurikulum berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. KUALITAS SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan (dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekalipun). Disamping kualitas guru yang masih rendah, mereka juga masih dibayar rendah - honor guru kontrak masih dibawah UMR. Sebaliknya di Jepang, meskipun bukan profesi dengan pendapatan tertinggi, guru adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat padanya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca: guru) untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Bagaimana Kualitas Guru Yang Dibutuhkan Agar KBK Biukses? Untuk mencapai itu semua diperlukan guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajarkan KBK dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten. Prof. Suyanto Ph.D, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta mengemukakan: "Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll." Sedangkan Achmad Sapari, Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo mengatakan: "Guru harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran." Mengacu pada kedua pendapat diatas, guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas. Setelah itu berikan pelatihan tentang KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence- based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum. Jika kesemua guru mendapatkan pemahaman yang mendasar dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagaimana tuntutan KBK itu sendiri, maka dapat dikatakan kualitas guru dalam mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi cukup baik, profesional, dan sukses dalam menjalankan tugasnya. Ringkasan lain tentang KUALITAS GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI


Related Posts



0 komentar:

 
Copyright @ 2008; Lamurukung Online | Powered by Blogger | Supported by Latebo